Hi's Like, Idiot But Psiko

Menepati Janji {Mengandung Adegan Sadis}



Menepati Janji {Mengandung Adegan Sadis}

0Setelah mengeksekusi Antonio, sekarang giliran kakaknya. Tidak jauh berbeda dengan Antonio, Roberto juga ketakutan apalagi sebuah pisau tajam sudah berada di tangan Maximus.     

Pria itu tidak membersihkan darah yang berada di tangan yang sudah mulai mengering. Seringai lebar yang dia tunjukkan justru semakin membuat Roberto ketakutan. Dia mafia, dia juga menyiksa sandera dengan benda tajam. Kakak Aleandra adalah orang yang dia siksa terakhir kali, dia juga mendapatkan siksaan yang keji darinya tapi siksaan yang diberikan oleh Maximus Smith, siksaan seperti itu saja tidak terpikirkan olehnya.     

Pisau tajam di dekatkan di depan mata Roberto, Maximus sangat senang melihat wajah ketakutan yang ditunjukkan oleh pria itu. Keringat bahkan mengalir di dahi, mata Roberto melotot melihat pisau yang semakin dekat ke matanya.     

"Takut?" tanya Maximus mencibir.     

"Singkirkan benda itu!" teriak Roberto.     

"Menyingkirkannya?" mata pisau diletakkan di pelipis Roberto, pria itu semakin ketakutan. Teriakannya terdengar saat Maximus menusukkan mata pisaunya yang lancip ke pelipis Roberto.     

"Sebaiknya kita mulai permainannya!" ucap Maximus lagi.     

Roberto mulai merasa ada sesuatu yang mengikis lengannya dengan perlahan. Sayatan pisau dia rasakan menyayat kulit tangannya sedikit demi sedikit. Rasa sakit mulai tak tertahankan belum lagi alat yang ada di kepalanya mulai menjepitnya. Maximus masih santai saja, dia teringat dengan keadaan kakak Aleandra jadi dia akan membuat pria itu merasakan apa yang dirasakan oleh kakak Aleandra.     

"Sekarang katakan padaku, bagian mana yang akan diambil terlebih dahulu?" tanya Max seraya menempelkan mata pisaunya di pangkal hidung Roberto.     

"Jangan bercanda kau!" teriak Roberto di sela rasa sakit yang dia rasakan. Paku-Paku yang tertancap di sebuah sabuk mulai menusuk masuk ke dalam tubuhnya dan tubuh Antonio. Walau pria itu pingsan tapi dia akan merasakan sakitnya saat dia sudah sadar nanti.     

"Jawab, jika tidak alat itu akan mengikis habis daging di lenganmu dan kedua alat lain tidak akan berhenti. Bagian mana yang hendak kau korbankan untuk menghentikan permainan itu?"     

"Te-Telinga," jawab Roberto dengan suara gemetar.     

"Bagus!" tanpa menunggu lama, mata pisau sudah berada di daun telinga Roberto. Keringat dingin mengalir di dahi, dia dapat mendengar dengan jelas saat mata pisau itu memotong daun telinganya.     

Sreeettt!!! Teriakan Roberto pun terdengar saat daun telinganya terlepas.     

Darah mengalir, daun telinganya diletakkan di sebuah tempat namun berat dari daun telinga tidaklah cukup untuk menghentikan permainan itu. Pisau Maximus kembali dimainkan, kali ini daun telinga yang satunya lagi. Teriakan Roberto memenuhi ruangan, wajah Adrian dan keadaannya saat mati juga kesedihan Aleandra tidak bisa dia lupakan. Dia sudah berjanji akan membalas orang yang membuat Adrian seperti itu maka akan dia lakukan.     

Semua dilakukan dengan perlahan agar Roberto dapat menikmati rasa sakitnya. Pria itu merasakan sakit yang luar biasa, dari kepala, wajah, lengan bahkan tubuhnya. Kedua kakinya gemetar hebat akibat rasa sakit itu. Dia rasa sakit yang dia rasakan lebih sakit dibandingkan Antonio. Paku-Paku semakin menusuk ke dalam tubuh, kedua tangannya seperti sudah tidak ada lagi akibat rasa sakit. Kepalanya seperti mau pecah, kedua telinganya sakit namun semua itu tidak bisa menghentikan alat penyiksaan bahkan Maximus belum juga berhenti memainkan pisaunya.     

Mata pisau sudah berada di atas pangkal hidung Roberto, pisaunya bahkan sudah menggores kulit di hidung pria itu . Roberto kembali berteriak saat Maximus memotong pangkal hidungnya. Dia harap sudah cukup tapi dia sudah berjanji akan membalas apa yang Adrian alami dengan lebih keji. Setelah pangkal hidungnya, kini pisau yang ada di tangan sudah berada di mulut Roberto. Saat itu Adrian tidak punya lidah jadi dia juga akan mengambil lidah Roberto dengan caranya.     

Sebuah penjepit besi yang panas membara dibawa mendekat ke arahnya, Max tidak meminta siapa pun untuk membuka mulut Roberto karena dia yang akan membuka mulut pria itu menggunakan caranya. Roberto gemetar ketakutan, ekspresi wajah Maximus begitu menakutkan. Pria itu tidak menunjukkan rasa belas kasihan, dia bahkan menikmati memotong bagian tubuh Roberto. Psikopat memang berbeda.     

Roberto tidak akan pernah menduga apa yang akan dilakukan oleh Maximus bahkan Jared dan para anak buahnya pun tidak. Dengan kecepatan yang tak terduga, Maximus menyabetkan pisaunya ke arah mulut Roberto. Pria itu terkejut apalagi rahangnya hampir terlepas akibat sabetan pisau yang dibuat oleh Maximus. Teriakannya nyaring terdengar, Maximus tidak juga berhenti. Besi panas yang ada di tangan Jared diambil dan setelah itu, Maximus menggunakan besi panas itu untuk menjepit lidah Roberto. Sakit dan perih, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.     

"Ingatlah dengan seorang pria bernama Adrian yang pernah kau siksa, hari ini aku memenuhi sumpahku untuk membalas apa yang telah dia terima darimu!" ucap Max seraya memotong lidah Roberto dengan perlahan. Maximus sangat menikmatinya, pisau yang memotong lidah Roberto dengan perlahan, wajah kesakitan pria itu dan darah yang mengalir. Sungguh sangat puas melihatnya. Sesuatu yang ada di dalam dirinya seperti terpuaskan namun belum sepenuhnya karena masih ada dua yang lainnya.     

Sebuah jarum suntik menusuk bagian belakang Roberto pada saat itu dan seperti yang Antonio alami, cairan obat diberikan agar dia tidak mati. Tidak ada yang boleh mati terlalu cepat karena permainan baru saja dimulai. Roberto memang tidak boleh mati di meja penyiksaan itu karena kematiannya harus di saksikan oleh Antonio.     

Roberto merasa tubuhnya mati rasa, entah rasa sakit bagian mana yang dia rasakan saat ini yang pasti hanya rasa sakit saja yang dia rasakan di sekujur tubuh. Austin yang menyaksikan semakin ketakutan, dia tidak berani membayangkan apa yang akan dia dapatkan nanti. Melihat siksaan yang Antonio dan Roberto dapatkan saja sudah begitu mengerikan. Bagaimana dengan siksaan yang harus dia dapatkan?     

"Bagaimana, apa kau masih bisa mendengarku? Ini pelajaran yang pantas kalian dapatkan karena sudah berani menantang aku jadi nikmatilah siksaan ini dengan perlahan. Aku bukan orang yang suka mencari gara-gara namun aku juga bukan orang yang akan melepaskan siapa pun yang telah berani menantang aku. Seharusnya kalian mencari tahu siapa aku sebelum kalian mulai menantang aku. Sekarang semua sudah berada di tanganku jadi hidup mati kalian berada di tanganku!" ucap Maximus.     

"Aku tahu aku salah, aku mohon kau mau melepaskan aku dan memaafkan perbuatanku yang gegabah. Untuk kali ini saja, jadi tolong lepaskan aku dan setelah ini aku tidak akan mencari gara-gara denganmu. Aku bersumpah akan hal itu!" pinta Austin memohon. Semoga pria psikopat itu mau memaafkan dirinya.     

"Melepaskanmu?" Maximus melihat ke arah Austin sejenak dan setelah itu dia tertawa terbahak-bahak.     

Austin sangat kesal tapi dia berusaha untuk tidak terpancing. Bagaimanapun dia membutuhkan belas kasihan pria idiot itu. Mungkin saja keidiotan yang dia miliki membuatnya berubah pikiran sehingga dia dilepaskan dari tempat itu.     

"Ya, aku tahu kau pasti pria yang bermurah hati. Tidak saja terkenal dengan kekejamanmu tapi kau juga terkenal dengan kemurahan hatimu," Austin berusaha melunakkan hati Maximus karena dia tahu, setelah ini yang menjalani eksekusi adalah dirinya.     

"Oh, yeah? Dari mana kau mendengar jika aku bermurah hati?"     

"Te-tentu saja dari para karyawanmu," jawab Austin dengan cepat.     

"Yang kau katakan sangat benar, aku memang bermurah hati pada setiap karyawanku tapi aku tidak pernah bermurah hati pada orang-orang yang menantangku dan ingin membunuhku seperti kalian."     

Austin menelan ludah, sial. Jawaban yang salah, seharusnya dia mengatakan jika dia mendengar itu dari seorang musuh Maximus yang selamat walau sesungguhnya jawaban itu juga mustahil. Sepertinya dia gagal namun dia akan tetap berusaha walau pun memalukan.     

"Bu-Bukankah kau harus melakukan hal yang berbeda? Lepaskan aku maka aku akan mengatakan pada orang-orang jika Maximus Smith adalah pria yang bermurah hati," ucap Austin.     

Maximus diam tapi tidak lama kemudian tawanya terdengar dan tidak saja tawa Maximus, tawa Jared dan anak buah yang ada di sana juga terdengar. Ruangan yang sedari tadi diisi dengan suara teriakan kesakitan kini diisi dengan gelak tawa dari Max dan para anak buahnya. Sungguh lelucon bodoh yang pernah dia dengar.     

Austin tampak kesal, ternyata tidak mudah membuat pria itu bermurah hati. Sungguh dia malu tapi nyawanya lebih berharga dari pada rasa malu yang dia miliki. Maximus masih tertawa, dia tidak pernah mendengar lelucon sebodoh itu namun tidak lama. Tawanya terhenti, Jared dan anak buahnya juga menghentikan tawa mereka.     

"Aku tidak perlu tanggapan dari orang-orang. Aku tidak peduli mereka mau menganggap aku seperti apa. Aku sudah terbiasa disebut idiot dan aku yakin kalian menganggap aku demikian namun si idiot inilah yang mengambil nyawa kalian!"     

"Tidak, aku tidak menganggap dirimu seperti itu!" teriak Austin.     

"Cukup basa basinya!" Maximus mengambil besi panas yang diberikan oleh anak buahnya karena dia belum selesai dengan Roberto. Austin menelan ludah, kepala Roberto yang sudah tidak berdaya diangkat agar wajahnya mendongak. Pria itu menatapnya dengan penuh kebencian dengan rasa sakit yang luar biasa.     

"Adrian mati tanpa satu matanya jadi kau akan mati tanpa kedua matamu!"     

Roberto tidak bisa menjawab lagi, lidah sudah tidak ada, mulut pun sudah robek. Benda tajam yang sedang mengikis tangannya belum juga berhenti bahkan dia bisa merasakan jika benda tajam itu mulai mengikis tulang lengannya.     

Austin ingin memalingkan wajah karena dia tidak mau melihat namun Maximus memerintahkan Jared untuk memegangi wajahnya. Dia dipaksa untuk melihat apa yang akan dilakukan Maximus pada Roberto dan tentunya hal itu semakin membuat nyali Austin menciut.     

Mata Austin bahkan tidak diijinkan terpejam saat Maximus menusuk kedua matanya dengan besi panas. Itu ganjaran yang pantas Roberto dapatkan karena dia sudah membuat Adrian kehilangan matanya. Tubuh Roberto menggelepar, seperti Antonio, dia juga tidak sadarkan diri.     

Austin semakin ketakutan, tubuhnya gemetar hebat. Setelah ini adalah dirinya, sungguh dia takut membayangkan apa yang akan terjadi padanya.     

"Bangunkan wanita itu dan siram dia!" perintah Maximus seraya mengelap darah yang ada di tangan dengan handuk basah yang diberikan oleh Jared. Dua sudah selesai, tinggal dua lagi tapi bukan berarti siksaan itu sudah selesai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.